Opini

Kapan Pemilu dan Pemilihan 2024 Dilaksanakan ?

Oleh : Ahmadi

Anggota KPU Pandeglang

 

HINGGA saat ini belum ada kepastian waktu pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2024. Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI dan Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada pertengahan September 2021 yang lalu mengusulkan Pemilu dilaksanakan pada 21 Februari 2024 dan Pilkada Serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 27 November 2024. KPU RI mengusulkan Pilkada Serentak pada 27 November 2024 karena sesuai Pasal 201 Ayat (8) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang yakni : “Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota di seluruh wilayah NKRI dilaksanakan pada bulan November 2024”. Sementara usulan Pemilu 2024 dilaksanakan pada 21 Februari 2024 agar penyelenggara Pemilu (KPU Kabupaten/Kota) memiliki banyak waktu untuk mempersiapkan pelaksanaan Pilkada serentak 2024, mengingat proses pencalonan pada pemilihan serentak 2024 diambil dari hasil Pemilu 2024 terutama calon yang akan diusung oleh partai politik (Parpol). Apalagi, proses Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi memerlukan waktu minimal 3 (tiga) bulan hingga adanya putusan akhir MK. Namun saat RDP itu, belum diputuskan waktu pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024.

RDP antara KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Komisi II DPR RI yang sedianya akan dibahas kembali pada  6 Oktober 2021 lalu membahas waktu pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024, batal digelar karena ketidakhadiran Pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian karena kesibukan mendadak terkait rapat kabinet bersama Presiden Joko Widodo. Mantan Kapolri itu meminta waktu RDP diagendakan kemudian.

Pemerintah Usulkan Pemilu Dilakukan 15 Mei 2024

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukkam) Mahfud MD atas nama Pemerintah, saat diwawancarai wartawan beberapa waktu yang lalu mengusulkan agar Pemilu dilaksanakan pada 15 Mei 2024 atau mudur dari jadwal yang direncanakan sebelumnya oleh KPU. Pertimbangannya adalah persoalan stabilitas keamanan. Suhu politik yang memanas lebih awal akan berdampak terhadap eksekusi program Pemerintah, baik di tingkat nasional maupun daerah. Hal ini karena seluruh rangkaian tahapan Pemilu yang akan dimulai pada Januari 2022 atau 25 bulan sebelum pelaksanaan pemungutan suara, merujuk pada usulan perubahan (penambahan tahapan) yang disampaikan oleh KPU.

KPU Tawarkan Dua Opsi

Sementara itu, KPU sudah mengajukan usul baru bahwa tahapan Pemilu dimulai 20 bulan sebelum hari H. Itu durasi paling minimal sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Semula, KPU mengusulkan tahapan dimulai 25 bulan sebelum hari H. Tambahan lima bulan itu awalnya digunakan untuk langkah-langkah persiapan, terutama empat hal, diantaranya : penyusunan rencana program dan anggaran, penyiapan regulasi, penguatan infrastruktur IT dan memasifkan sosialisasi.

Dalam rancanangan KPU sebelumnya, meski tahapan dimulai 25 bulan sebelum hari H, tetapi pendaftaran Parpol (sebagai tahapan teknis pertama) tetap dimulai 18 bulan sebelum hari H, sebagaimana bunyi UU Nomor 7 Tahun 2017. Jadi bukan berarti tahapan-tahapan Pemilu  akan ikut maju. Jadi, lima bulan tambahan itu sebenarnya bersifat internal. Belum banyak melibatkan Parpol maupun pemilih.

Namun, KPU juga menyadari jika tahapan Pemilu dimulai lebih awal, maka eskalasi politik akan segera meningkat. Padahal masyarakat Indonesia saat ini masih dalam suasana pandemi. Lagipula, dengan tahapan lebih panjang, Pemerintah harus segera memberikan dukungan anggaran. Padahal Pemerintah masih fokus penanganan pandemi serta pemulihan ekonomi. Dengan demikian, pilihan paling rasional adalah menarik usulan itu, dan mengajukan usulan baru  bahwa tahapan Pemilu dimulai 20 bulan sebelum hari H.

Meski tahapan dimulai masih agak lama, bukan berarti penyelenggara Pemilu bisa santai-santai. KPU akan tetap melaksanakan berbagai persiapan, seperti yang telah dilakukan sejauh ini, baik terkait dengan re-desain surat suara, rekapitulasi elektronik, pendaftaran dan verifikasi Parpol secara elektronik, pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan, dan sebagainya. Dengan tahapan Pemilu yang lebih pendek, maka tahapan Pemilu baru akan dimulai paling cepat pertengahan 2022 (jika hari H 21 Februari 2024) atau akhir 2022 (jika hari H Mei 2024).

KPU sudah mensimulasikan berbagai sekenario. Semua usulan yang pernah muncul sudah KPU simulasi. KPU pada prinsipnya tidak terpaku pada tanggal. Jadi KPU tidak mematok harus tanggal 21 Februari serta menolak opsi lain.

Bagi KPU, yang penting kecukupan waktu masing-masing tahapan, sehingga (1). Proses pencalonan Pilkada tidak terganjal  oleh proses sengketa di MK yang belum selesai; serta (2) Tidak ada irisan tahapan yang terlalu tebal antara Pemilu dan Pilkada, sehingga secara teknis bisa dilaksanakan, dan tidak timbulkan beban terlalu berat bagi jajaran penyelenggara Pemilu di bawah (KPU Kabupaten/Kota dan Badan Adhoc). Karena itu, KPU terbuka untuk mendiskusikan opsi-opsi lain sepanjang dua hal di atas terpenuhi berdasarkan kerangka hukum yang ada sekarang.

Terkait dengan opsi-opsi tersebut, KPU telah mengajukan dua opsi, yakni opsi I hari H Pemilu 21 Februari 2024 dan Pilkada 27 November 2024, serta opsi II yakni hari H Pemilu 15 Mei 2024 dan Pilkada 19 Februari 2025. Sehubungan dengan opsi II maka berkonsekuensi pada perlunya dasar hukum baru, karena mengundurkan jadwal Pilkada yang telah diatur oleh UU 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (November 2024) ke bulan Februari 2025.

Terkait dengan penundaan RDP pada 6 Oktober 2021, menurut Anggota KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi, bahwa tidak terlalu berdampak pada mepetnya persiapan Pemilu. Sebab, KPU sudah mengajukan usul baru bahwa tahapan Pemilu dimulai 20 bulan sebelum hari H. Semula, KPU mengusulkan tahapan dimulai 25 bulan sebelum hari H. KPU memahami sepenuhnya kondisi pemerintah dan masyarakat yang sedang fokus menangani pandemic, serta demi efisiensi anggaran seperti disuarakan banyak pihak.

Dua opsi dan usulan-usulan baru di atas sudah KPU sampaikan dalam dua kali rapat konsinyering terakhir. Dan rencananya akan KPU tegaskan dalam RDP pada masa yang akan datang.

Komisi II DPR : Opsi Memundurkan Pilkada Dinilai Sulit

Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, dalam rapat konsinyering antara Penyelenggara Pemilu, pemerintah dan Komisi II, Selasa (5/10/2021) malam, perbedaan pandangan muncul dari fraksi-fraksi. Titik temu terus diupayakan. “Tak ada kata buntu. Ini semua masih dalam proses dan masih frame waktu yang memungkinkan untuk mendengar semua aspirasi, semua pandangan,” ujar Doli, Kamis (7/10). Berdasarkan informasi, fraksi yang ingin Pemilu dilakukan 15 Mei 2024 antara lain NasDem, Partai Golkar dan PAN. Adapun yang meninginkan 21 Februari 2024 ialah PDIP, PPP dan PKS. Beberapa fraksi lain belum bersikap.

Komisi II menilai opsi memundurkan Pilkada Serentak nasional ke tahun 2025, sebagai titik temu jika ingin hari pemungutan suara Pemilu 2024 digelar 15 Mei 2024, sulit dilakukan. Komisi II memberi lima usulan untuk meringankan beban penyelenggara Pemilu agar Pemilu 2024 bisa digelar 15 Mei 2024 dan Pilkada tetap 27 November 2024.

Pertama, pengurangan masa sengketa Pemilu. Penyelenggara Pemilu, Pemerintah, MA dan MK perlu membahas standar standar dan waktu untuk menyelesaikan sengketa Pemilu. Kedua, pengurangan masa kampanye. Ketiga, penerbitan Perpres terkait pengadaan logistic khusus Pemilu. Dengan Perpres itu, taka da tender dan pendistribusian logistic lebih cepat.

Keempat, penggunaan teknologi informasi di tahapan Pemilu, misalnya penyempurnaan sistem informasi rekapitulasi elektronik KPU. Kelima, pembangunan sistem data kependudukan terintegrasi dan valid sehingga tak perlu ada pencocokan dan penelitian. Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkita Bangsa (FPKB), Yanuar Prihatin mengatakan, pertimbangan KPU harus didengarkan. Sebab, lembaga itu yang paling tahu kondisi penyelenggaraan Pemilu. Penyelenggaraan Pemilu sebelum puasa dan Lebaran dipandang sudah tepat. Momentum puasa dan Lebaran diharapkan bisa mengurangi suhu politik yang meningkat. (Harian Kompast, Jumat, 8 Oktober 2021)

Penulis sangat sepakat dengan pernyataan Anggota Komisi II Yanuar Prihatin tersebut. Apalagi, sesuai Pasal 167 Ayat (2) UU 7 Tahun 2017 berbunyi : “Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara Pemilu ditetapkan dengan keputusan KPU. (***) 

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 146 kali