
Perempuan Dipanggung Demokrasi (Refleksi Hari Kartini 2025)
oleh Nunung Nurazizah Ketua KPU Kabupaten Pandeglang Emansipasi menjadi PR Panjang bangsa Indonesia sejak masa sejarah hingga kini. Pengakuan terhadap peran Perempuan dirasa belum sesuai dengan porsi yang sama dengan laki-laki meski secara jumlah mampu mengimbangi. Status Perempuan yang selalu dianggap subordinat dari laki-laki menjadikanya terkungkung dalam stereotype yang merugikan. Gebrakan Kartini dimasa lalu diakui dunia sebagai terobosan yang sangat berani dari kaum Perempuan yang pada masa itu mengalami perlakuan yang tidak sepadan dengan laki-laki. Ide membuka sekolah untuk Perempuan dan memberikan Pendidikan formal awalnya dianggap remeh tapi kemudian menginspirasi para Perempuan untuk tampil dan meningkatkan kapasitasnya menyamai kaum laki-laki. Kini jumlah siswa laki-laki dan Perempuan sebanding diberbagai Lembaga Pendidikan baik formal maupun nonformal, bahkan banyak pula Perempuan yang menempuh Pendidikan di luar negeri. Lapangan kerjapun mulai terbuka dan beberapa sudah ditempati oleh kaum Perempuaan meski baru pada komposisi alakadarnya. Meski telah mendapatkan pengakuan dalam bidang Pendidikan dan ekonomi, tapi perempuan masih nampak canggung untuk berkarir dalam bidang politik. Banyaknya anggapan meremehkan dan dogma agama digunakan menjadi kendala tercapainya kesetaraan tersebut. Istilah berbagi porsi antara suami di wilayah publik dan istri di wilayah domestik menjadikan Perempuan kembali terkurung dalam kesibukan rumah tangga yang tidak ada habisnya. Dari banyak Perempuan sukses dan berpengaruh tentu mereka tidak lepas dari dorongan dan dukungan suami dan keluarganya. Bukankah laki-lakipun demikian? Jadi tidak harus ditanyakan lagi siapa dibalik keberhasilan Perempuan. Selain dukungan,dan kesempatan, Perempuan juga memerlukan tekad untuk peningkatan kapasitas baik secara mental maupun spiritual. Seperti halnya Kartini melecut dirinya dengan kalimat Al qur’an..mindzulumati illannur (Q.S Albaqarah ayat 257) atau popular dengan istilah habis gelap terbitlah terang. Perempuan berpolitik Perempuan dalam kancah politik bukan hal baru. Kemunculan Megawati Sukarno Putri yang bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada tahun 1986 memberikan warna tersendiri pada perpolitikan Indonesia. Bahkan Megawati berhasil menduduki puncak pimpinan partai tersebut pada kongres tahun 1993, hanya tujuh tahun sejak keanggotaanya. Anggapan masih adanya simpatisan Sukarno menguar diawal kepemimpinannya, tapi faktanya dia mampu bertahan dalam kekisruhan Partai yang kemudian dideklarasikan dengan nama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Megawati mampu menjadikan PDIP besar dan berpengaruh, bahkan partai tersebut bisa mengantarnya menjadi Presiden Republik Indonesia pada 2001-2004 meskipun bukan pemenang pemilu pada saat itu. Dia menjadi presiden Perempuan pertama dan hingga saat ini belum ada yang sebanding denganya di Indonesia. Karakternya yang tegas, perogresif dan kritis menjadikanya seorang tokoh politik Perempuan yang paling disegani di Indonesia. Dari partai lain ada Grace Natalie, pendiri dan sebagai ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tahun 2014-2021. Debut Grace diawal lahirnya PSI mampu menarik para generasi muda untuk bergabung pada Partai yang mengusung tagline partai anak muda tersebut. Popularitas PSI meroket diiringi figure muda yang cantik, enerjik dan kritis seperti Tsamara Amany dan Isyana Bagoes Oka. Tidak seperti Megawati yang masih bertahan, Grace telah digantikan oleh Giring Ganesha dan kemudian digantikan Kembali oleh Kaesang Pangarep sebagai ketua umum PSI. Perempuan pada lembaga Legislatif ada Puan Maharani yang merupakan Ketua DPR Perempuan pertama dan mampu menjabat hingga dua periode. Puan adalah politikus PDIP sekaligus putri Megawati Sukarno Putri yang pernah duduk sebagi menteri koordinator termuda bidang Pembangunan manusia dan kebudayaan Indonesia tahun 2014-1019. Sebagai putri seorang tokoh politik, Puan dibesarkan dalam asuhan keluarga politisi. Sehingga karirnya cukup gemilang mengikuti jejak sang ibu. Meski pribadinya tampak lebih soft dibanding ibunya, tapi beban berat kelembagaan DPR mampu dipikulnya dan terkordinasi dengan baik. Perempuan pada Lembaga eksekutif ada Srimulyani yang telah dipercaya menjadi Menteri Keuangan 5 periode terakhir. Beratnya masalah keuangan negara pasca krisis moneter tahun 1998 mampu ditanganinya dengan baik. Sri Mulyani dinobatkan sebagai Menteri Keuangan terbaik Asia untuk tahun 2006 oleh Emerging Markets Forum pada 18 September 2006 di IMF-World Bank Group Annual Meetings di Singapura. Selain itu Sri Mulyani juga terpilih sebagai wanita paling berpengaruh ke-23 di dunia versi majalah Forbes tahun 2008 serta wanita paling berpengaruh ke-2 di Indonesia versi majalah Globe Asia bulan Oktober 2007. Sri Mulyani juga menjadi Menteri Keuangan terbaik untuk tahun 2006 oleh majalah Euromoney. Dari sektor hubungan Internasional ada Retno Marsudi yang pernah menjabat Menteri luar negeri dua periode, yakni sejak 2014-2019 dan 2019-2024. Pada masa Retno, Indonesia sukses menjadi Presiden di Dewan Keamanan PBB pada Mei 2019 dan Agustus 2020. Retno juga pernah mendapat penghargaan sebagai agen perubahan di bidang kesetaraan gender dan Pemberdayaan Perempuan pada tahun 2017. Penghargaan tersebut diberikan oleh UN Women dan Partnership Global Forum (PGF). Perempuan sebagai kepala daerah ada Khofifah indar Parawansa, Gubernur jawa timur (2019-2024) dan (2025-2030). Khofifah adalah politikus PKB yang pernah duduk di DPR (2004-2009) dan sebagai menteri sosial (2014-2018). Khofifah juga merupakan tokoh NU yang sangat berpengaruh dan memiliki basis massa yang fanatik, terutama untuk organisasi kewanitaan Muslimat NU yang pernah dipimpinya selama 4 periode. Penampilan yang sopan dan religius seorang Khofifah tidak melunturnya statusnya sebagai politisi yang Tangguh. Kemampuanya yang mumpuni menjadikan Abdurahman Wahid (Gus Dur) mempercayainya sebagai salah satu Menteri dalam Kabinetnya meski usia Khofifah saat itu masih sangat muda. Kiprah Perempuan di Banten Terdapat nama Ratu Atut Chosiyah yang memimpin Banten sebagai Gubernur (2006-2011). Ratu Atut adalah politisi partai Golkar dan merupakan Gubernur Perempuan pertama di Indonesia. Sebelum menjabat sebagai gubernur, Ratu Atut juga pernah sebagai wakil gubernur sekaligus penjabat gubernur pasca Joko Munandar dicopot dari jabatannya oleh presiden Susilo Bambang Yudhono kala itu. Ratu Atut mampu menyingkap tirai yang menghalangi pandangan akan Perempuan di Banten. Kiprahnya menginspirasi banyak Perempuan untuk berkarir dalam politik baik dalam skala lokal maupun nasional. Pasca suksesnya Atut sebagai Gubernur, satu persatu Perempuan di banten mulai berani naik ke panggung politik. Di Kabupaten Pandeglang muncul Irna Narulita sebagai Bupati (2015-2020/ 2020-2025). Berikutnya Airin Rachmi Diani, Wali kota Tangerang Selatan (2011-2016/2016-2021); Iti Octavia, Bupati kabupaten Lebak (2014-2019/2019-2023); dan Ratu Tatu Chasanah, Bupati Kabupaten Serang (2016-2021/2021-2025). Banten bisa dikatakan sudah mulai terbuka dan mengakui akan peran Perempuan diruang publik ataupun sebagai pejabat publik. Meski hasil Pilkada 2024 lalu hanya menyisakan Pandeglang saja yang masih dipimpin Perempuan yaitu Rd. Dewi Setiani sebagai kepala daerah (Kabupaten Serang menunggu hasil PSU), namun dalam birokrasi pemerintahan maupun sektor swasta sudah mulai menempatkan Perempuan sesuai kapasitasnya. Ini bukan lagi soal jumlah atau kuantitas tapi sudah pada pengakuan kualitas kerja Perempuan bisa diakui setara dengan laki-laki. Bahwa stereotype Perempuan sebagai bunga kerja sudah mulai terganti dengan apresiasi. Dengan dibukanya kesempatan luas untuk Perempuan berkarir dalam politik tentunya kaum Perempuan tidak perlu sungkan lagi untuk memulai. Dan tentu saja semua itu harus juga didukung oleh laki-laki untuk memberikan peluang dan motivasi supaya Perempuan bisa meningkatkan kapasitas dan elektabilitasnya untuk pengembangan secara maksimal. Pandeglang, 21 April 2025